Jumat, 23 Desember 2016

Psikologi Belajar

Tags

HAKIKAT BELAJAR
TINJAUAN ISLAM DAN PSIKOLOGI
Oleh:
Muhammad Ikhwan Fadilah (NIM: 1502521481)
Wahyudin Noor (NIM: 1502521482)

TUGAS TERSTRUKTUR
PSIKOLOGI PENDIDIKAN ISLAM
Dosen Pengampu:
  Dr. Halimatussa’diyah, M. Si
Dr. Hidayat Ma’ruf, M.  Pd     

 










PASCASARJANA
PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI ANTASARI
BANJARMASIN
2016

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Istilah belajar sebenarnya telah lama dan banyak dikenal. Bahkan pada era sekarang ini, hampir semua orang mengenal istilah belajar. Namun apa sebenamya belajar itu, rasanya masing-masing orang mempunyai tangkapan yang tidak sama. Sejak manusia ada, sebenarnya ia telah melaksanan aktivitas belajar.
Oleh sebab itu, kiranya tidak berlebihan jika dikatakan bahwa aktivitas itu telah ada sejak adanya manusia. Mengapa manusia melaksanakan aktivitas belajar ? Jawabannya adalah karena belajar itu salah satu kebutuhan manusia. Bahkan ada ahli yang mengatakan bahwa manusia adalah makhluk belajar.
Belajar merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi dan berperan penting dalam pembentukan pribadi dan perilaku individu. Salah satu definisi modern dari Gintings tentang belajar menyatakan bahwa belajar adalah pengalaman terencana yang membawa perubahan tingkah laku. Belajar dimanifestasikan dengan adanya perubahan tingkah laku, yaitu tingkah laku yang dapat diamati (Observable behavior).[1] Perubahan di sini menyangkut perubahan afektif, kognitif & psikomotor.
Jika berbicara tentang belajar, maka dalam islam sudah diperintakan dalam bentuk ekplisit dan implisit yang terdapat dalam al-Qur’an, kemampuan untuk belajar merupakan sebuah karunia Allah yang mampu membedakan manusia dangan makhluk yang lain. Allah menghadiahkan akal kepada manusia untuk mampu belajar dan menjadi pemimpin di dunia ini.
Belajar dalam tinjauan kejiwaan atau psikologi juga beragam dalam mengeinterpretasikannnya, banyak teori yang memiliki argument tersendiri dilihat dari sudut pandangnya.
Dalam makalah yang singkat ini, mencoba untuk menggali hakikat belajar dari tinjauan islam dan psikologi.

B.     Rumusan Masalah
Ada beberapa rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini, yaitu:
1.        Apa pengertian belajar?
2.        Apa Hakikat Belajar Menurut Tinjauan Psikologi?
3.        Apa Hakikat Belajar Menurut Tinjauan islam?





BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Belajar
Belajar merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi dan berperan penting dalam pembentukan pribadi dan perilaku individu. Nana Syaodih Sukmadinata menyebutkan bahwa sebagian terbesar perkembangan individu berlangsung melalui kegiatan belajar[2]. Belajar merupakan salah satu topik paling penting dalam psikologi masa kini, namun belajar merupakan konsep yang sangat sulit untuk didefinisikan. Meskipun demikian beberapa ahli mencoba mendefinisikan belajar dengan asumsi bahwa definisi tersebut telah mengandung aspek-aspek utama belajar. Adapun definisi tersebut antara lain :
    Secara Etimologis
Menurut kamus besar bahasa Indonesia, belajar memiliki arti “berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu”. Definisi ini memiliki arti bahwa belajar adalah sebuah kegiatan untuk mencapai kepandaian atau ilmu, yang merupakan usaha manusia untuk memenuhi kebutuhannya agar mendapatkan ilmu atau kepandaian yang belum dimiliki sebelumnya. Sehingga dengan belajar itu manusia menjadi tahu, mengerti, memahami, dapat melaksanakan dan memiliki sesuatu.
   Secara Terminologis
Secara umum istilah belajar dimaknai sebagai suatu kegiatan yang mengakibatkan terjadinya perubahan tingkah laku. Dengan pengertian demikian, maka belajar dapat dimaknai sebagai suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru sedemikian rupa, sehingga tingkah laku peserta didik berubah ke arah yang lebih baik.[3]



Di bawah ini beberapa pengertian belajar menurut para ahli, di antaranya:
1.      Cronbach (1954)
“Learning is shown by change in behavior as a result of experience”.[4] Belajar adalah ditunjukan oleh perubahan dalam tingkah laku sebagai hasil pengalaman.
2.      Kimble (1961)
Belajar adalah sebagai perubahan yang relatif permanen di dalam behavioral potentiality yang terjadi akibat dari praktik yang diperkuat.[5]
3.      Hilgard & Bower (1975)
Belajar adalah proses timbulnya suatu aktivitas ataupun bertambahnya suatu aktivitas, yang terjadi karena reaksi terhadap situasi yang dialami, sedangkan perubahan tadi bukan sebagai respon bawaan atau kematangan (maturity) atau keadaan sementara dari organisme. (misalnya kelelahan, pengaruh obat, dan sebagainya), jadi belajar adalah diperolehnya kebiasaan, pengetahuan dan sikap baru.[6]
4.      Skinner (1985)
Belajar adalah “the teaching learning prosess” yakni bahwa belajar adalah suatu proses adaptasi atau penyesuain tingkah laku yang berlangsung secara progresif.[7]
5.      Howard L. Kingsley
“Learning  is the process by which behavior (in the broader sense) is originated or change through practice or trining”.[8] Belajar adalah proses yang dengannya tingkah laku (dalam arti yang luas) ditimbulkan atau diubah melalui praktik dan latihan.



6.      Chaplin
“Acquisition  of  any  relatively  permanent  change  in behavior as a result of practice and experience”.[9] Belajar adalah perolehan   perubahan tingkah laku yang relatif menetap atau permanen sebagai akibat latihan dan pengalaman.
7.      Hintzman dalam The Psychology of Learning and Memory
Belajar adalah suatu perubahan dalam diri organisme, manusia atau hewan, disebabkan oleh pengalaman yang dapat mempengaruhi tingkah laku organisme tersebut.[10]
8.      Arthur Reber
Belajar dalam dua pengertian; (1) Learning as the process of acquiring knowledge. Belajar  adalah  sebagai  proses  memperoleh  ilmu  pengetahuan;  (2) Learning is  a relatively    permanent change in  respons potentiality which occurs as a result of reonfeced practice”.[11] Belajar sebagai suatu perubahan kemampuan bereaksi yang relative langgeng sebagai hasil latihan yang diperkuat.
9.      Moh. Surya (1997)
Belajar dapat diartikan sebagai suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh perubahan perilaku baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam berinteraksi dengan lingkungannya.[12]
Maka dari pendapat para ahli pendidikan seperti tersebut diatas dapat simpulkan bahwa “belajar adalah suatu proses kegiatan atau usaha yang dilakukan oleh seseorang secara sadar dalam berinteraksi dengan lingkungannya sehingga diperoleh kecakapan-kecakapan yang baru yang relatif bersifat permanen yang mengakibatkan terjadinya perubahan tingkah laku didalam dirinya berupa pengetahuan, sikap dan keterampilan”.
Dari berbagai definisi para ahli di atas, dapat disimpulkan adanya beberapa ciri belajar, yaitu:
1.        Belajar ditandai dengan perubahan tingkah laku (change behavior).
2.        Perubahan tersebut sifatnya relatif permanen, yaitu bertahan cukup lama, tetapi juga tidak menetap terus menerus, bisa berubah lagi dalam proses belajar selanjutnya
3.        Perubahan tingkah laku tersebut merupakan hasil dari pengalaman atau latihan, terjadinya perubahan karena adanya unsur usaha atau pengaruh dari luar.
4.        Perubahan tersebut tidak harus segera nampak mengikuti pengalaman belajar itu, atau nampak pada saat itu juga, tapi dapat nampak pada saat lain
B.     Hakekat Belajar
Sebelum membahas mengenai apa hakikat belajar, terlebih dahulu akan diuraikan mengenai makna hakikat itu sendiri. Secara sederhana hakikat sering disamakan sebagai sesuatu yang mendasar, suatu esensi, yang substansial, yang hakiki, yang penting, yang diutamakan dan berbagai makna yang sepadan dengan pengertian tersebut. Akan tetapi, tidaklah cukup apabila hanya mengacu kepada pengertian yang sederhana seperti demikian.
Jadi, dapat dikatakan bahwa hakikat merupakan makna sebenarnya dari segala sesuatu yang menjadi dasar keberadaan sesuatu. Belajar pada hakikatnya adalah “perubahan” yang terjadi pada diri seseorang setelah berakhirnya melakukan aktivitas belajar. Walaupun kenyataannya tidak semua perubahan termasuk kategori belajar. Misalnya, perubahan fisik, mabuk, gila dan sebagainya.[13]
Pada hakikatnya belajar merupakan proses kognitif yang mendapat dukungan dari fungsi ranah psikomotor. Fungsi psikomotor dalam hal ini meliputi: mendengar, melihat, mengucapkan. Apapun jenis dan manifestasi belajar yang dilakukan siswa, hampir dapat dipastikan selalu melibatkan fungsi ranah akalnya yang intensitas penggunaannya tentu berbeda antara satu peristiwa belajar dengan peristiwa belajar lainnya.[14]
Belajar pada hakikatnya merupakan proses yang dilalui oleh manusia untuk mencapai berbagai macam kompetensi, ketrampilan, dan sikap. Disadari atau tidak, belajar merupakan proses yang dijalani oleh setiap manusia, sejak lahir hingga akhir hayat. Kemampuan manusia untuk belajar merupakan karakteristik penting yang membedakan manusia dengan makhluk hidup lainnya.
Keaktifan peserta didik ini tidak hanya dituntut secara fisik saja, tetapi juga dari segi kejiwaan. Apabila hanya fisik peserta didik saja yang aktif, tetapi pikiran dan mentalnya kurang aktif, maka kemungkinan besar tujuan belajar tidak tercapai. Ini sama halnya dengan peserta didik tidak belajar, karena peserta didik tidak merasakan perubahan di dalam dirinya.[15]
Berangkat dari pengertian tersebut, maka dapat dipahami bahwa belajar membutuhkan hubungan dialogis yang sungguh-sungguh antara guru dan peserta didik, dimana penekanannya adalah pada proses belajar oleh peserta didik (student of learning), dan bukan pengajaran oleh guru (teacher of teaching).[16].
C.    Hakikat Belajar Dalam Tinjauan Islam
Istilah  yang  lazim  digunakan  dalam  bahasa  Arab  tentang  kata  belajar adalah  Ta’allama  dan  Darasa.  Al-Qur’an  juga  menggunakan  kata  darasa  yang diartikan  dengan  mempelajari,  yang  sering  kali  dihubungkan  dengan mempelajari kitab. Salah satunya terdapat dalam surat al- An’am ayat 105:
وَكَذلِكَ نُصَرِّفُ الْآياتِ وَلِيَقُولُوا دَرَسْتَ وَلِنُبَيِّنَهُ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ
Dan demikianlah Kami menjelaskan berulang-ulang ayat-ayat Kami agar orang- orang musyrik mengatakan engkau telah mempelajari ayat-ayat itu (dari ahli kitab) dan agar Kami menjelaskan al-Qur’an itu kepada orang-orang yang mengetahui.
Kata darasta  yang berarti ”engkau telah mempelajari”, menurut Quraish Shihab yaitu membaca dengan seksama untuk dihafal atau dimengerti.[17] Belajar dalam Islam  juga diistilahkan dengan menuntut ilmu (Thalab  al-’Ilm).
Dalam tataran istilah, tidak terdapat definisi secara eksplisit yang diberikan oleh para pemikir Islam, baik klasik maupun kontemporer. Akan tetapi, secara implisit bisa diambil dari pemikiran mereka, di antaranya adalah:
1.    Al-Ghazali memberikan gambaran bahwa belajar merupakan usaha yang dilakukan dalam rangka memperoleh ilmu kemudian mengaplikasikannya. Di sini Al-Ghazali menekankan bahwa ilmu yang sudah didapatkan peserta didik akan bermanfaat dan memberikan perubahan pada diri peserta didik apabila ia mau mengaplikasikannya.
2.    Al-Attas  memberikan  isyarat  bahwa  belajar  adalah  proses  pencarian  ilmu dalam rangka membentuk manusia paripurna (insan kamil);
3.    A. Busyairi Harits berpendapat bahwa belajar adalah berusaha mengeluarkan (upaya dari dalam) sesuatu dengan kekuatan sampai menjadi perbuatan;
4.    Belajar  islami  adalah  perubahan  perilaku  manusia  sebagai  proses  untuk menuju pada terbentuknya  insan kamil sebagai hasil dari ikhtiarnya untuk mengembangkan, meningkatkan  dan  mengfungsionalkan  potensi-potensi, alat-alat dan hidayah-hidayah yang dianugerahkan oleh Allah secara proporsional dan optimal dalam pelbagai aspek kehidupan, sebagai manifestasi dari rasa syukur kepada Allah SWT.[18]
Dari beberapa pendapat di atas, maka belajar adalah proses pencarian ilmu pengetahuan guna memfungsikan potensi yang termanifestasikan dalam perbuatan sehingga terbentuk manusia paripurna.
Signifikansi Belajar
Islam memberikan perhatian sangat besar kepada ilmu pengetahuan, sebagaimana yang dikatakan oleh Munawar Anees bahwa kata ilmu dalam al- Qur’an  disebut  sebanyak  800  kali.[19]  Sesungguhnya  kandungan al-Quran  dan al-Sunnah sendiri merupakan  ilmu pengetahuan. Konsekuensi  logis dari  perhatian terhadap ilmu pengetahuan, Islam mendorong dan mewajibkan tiap  muslim untuk belajar.
Dalam tataran sosiologis, motivasi belajar tidak saja perintah Allah dan rasul-Nya, tetapi lebih dikarenakan adanya tuntunan hidup yang selalu berkembang menuju kesempurnaan dirinya. Belajar menjadi sebuah kebutuhan manusia, baik secara individu maupun kelompok demi mencapai tujuan hidupnya di dunia. Barang siapa yang ingin hidupnya bahagia di dunia maupun di akhirat capailah dengan belajar dan menuntut ilmu.
Dalam konteks Islam, belajar adalah sebuah perintah, dan dogmatis kepada pemeluknya, agar mentaatinya.[20] Ada pendapat yang mengatakan bahwa belajar sebagai aktifitas yang tidak dapat lepas dari kehidupan manusia, ternyata bukan berasal dari hasil renungan manusia semata. Ajaran agama sebagai pedoman hidup manusia juga menganjurkan manusia untuk selalu malakukan kegiatan belajar. Adapun perintah belajar tercantum dalam Q.S Al-`Alaq 1-5 yang berbunyi:
اِقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ (1) خَلَقَ الْإِنسَانَ مِنْ عَلَقٍ (2) اقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ (3) الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ (4) عَلَّمَ الْإِنسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ (5).
Bacalah (wahai Muhammad) dengan nama Tuhanmu yang menciptakan sekalian makhluk (1). Yang menciptakan manusia dari segumpal darah (2). Bacalah dan Tuhanmu Maha Pemurah (3). Yang mengajarkan manusia melalui pena dan tulisan (4). Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya (5).
Ayat ini menjadi bukti bahwa Al-Qur’an memandang bahwa aktivitas belajar merupakan sesuatu yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Dalam ayat terebut juga, manusia dituntun agar selalu mendahulukan Allah dalam segala kegiatan, termasuk belajar. Oleh karenanya, sangat bagus sekali ketika sebelum memulai pembelajaran, agar berdo`a kepada Allah SWT terlebih dahulu.
Islam, dalam hal belajar lebih menekankan terhadap signifikansi fungsi kognitif (akal) dan fungsi sensori (indera-indera) sebagai alat-alat penting untuk belajar, sangat jelas. Kata-kata kunci, seperti ya’qilun, yatafakkarun, yubshirun, yasma’un, dan sebagainya yang terdapat dalam Al-Qur’an, merupakan bukti betapa pentingnya penggunaan fungsi ranah cipta dan karsa manusia dalam belajar dan meraih ilmu pengetahuan.[21]
Berikut ini kutipan firman-firman Allah, baik yang secara eksplisit maupun implisit mewajibkan orang untuk belajar agar memperoleh ilmu pengetahuan. Allah berfirman:
قُلۡ هَلۡ يَسۡتَوِي ٱلَّذِينَ يَعۡلَمُونَ وَٱلَّذِينَ لَا يَعۡلَمُونَۗ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُوْلُواْ ٱلۡأَلۡبَٰبِ
 …Katakanlah: Apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui? Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran. (Q.S. Al-Zumar: 9)
يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ

Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Q.S. Al-Mujadalah: 11)
Dalam ayat ini Allah berusaha menekankan perbedaan orang yang berilmu dengan yang tidak berilmu. Hal ini menunjukkan bahwa kedudukan orang yang berilmu itu berbeda dengan orang yang tidak berilmu. Orang yang berilmu itu mempunyai kedudukan yang lebih tinggi. Dan hanya orang-orang yang mempunyai akallah yang bisa menerima pelajaran.
Tuhan memberikan potensi kepada manusia yang bersifat jasmaniah dan rohaniah untuk belajar dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk kemaslahatan umat manusia itu sendiri. Potensi-potensi tersebut terdapat dalam organ-organ fisio-psikis manusia yang berfungsi sebagai alat-alat penting untuk melakukan kegiatan belajar, diantaranya; Indera penglihat (mata), Indera pendengar (telinga), dan Akal, yakni potensi kejiwaan manusia berupa sistem psikis yang kompleks untuk menyerap, mengolah, menyimpan, dan memproduksi kembali item-item informasi dan pengetahuan (ranah kognitif).[22]
Alat-alat yang bersifat fisio-psikis itu dalam hubungannya dengan kegiatan belajar merupakan subsistem-subsistem yang satu sama lain berhubungan secara fungsional. Allah berfirman:
وَٱللَّهُ أَخۡرَجَكُم مِّنۢ بُطُونِ أُمَّهَٰتِكُمۡ لَا تَعۡلَمُونَ شَيۡ‍ٔٗا وَجَعَلَ لَكُمُ ٱلسَّمۡعَ وَٱلۡأَبۡصَٰرَ وَٱلۡأَفۡ‍ِٔدَةَ لَعَلَّكُمۡ تَشۡكُرُونَ  (النحل: ٧٨)
Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam Keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.  (Q.S. Al-Nahl:78).
Demikian pentingnya daya nalar akal dalam perspektif ajaran Islam, terbukti dengan dikisahkannya penyesalan para penghuni neraka karena keengganan dalam menggunakan akal mereka untuk memikirkan peringatan Tuhan. Allah berfirman:
 وَقَالُواْ لَوۡ كُنَّا نَسۡمَعُ أَوۡ نَعۡقِلُ مَا كُنَّا فِيٓ أَصۡحَٰبِ ٱلسَّعِيرِ
Dan mereka berkata: "Sekiranya Kami mendengarkan atau memikirkan (peringatan itu) niscaya tidaklah Kami Termasuk penghuni-penghuni neraka yang menyala-nyala" (Q.S. Al-Mulk: 10).[23]
Saking pentingnya belajar menurut pandangan islam sampai-sampai, dianjurkan untuk pergi meninggalkan kampung halaman jika di tempatnya tidak menemukan guru untuk dia belajar. Seperti yang dikatakan oleh Ibnu Ruslan dalam Syairnya:
مَنْ لَمْ يَكُنْ يَعْلَمُ ذَا فَلْيَسْـأَلِ # مَنْ لَمْ يَجِدْ مُعَلِّمًا فَلْيَرْحَلِ
Barang siapa yang tidak mengetahui tentang sesuatu maka sebaiknya bertanya # Barang siapa yang tidak menemukan guru maka sebaiknya bepergian.
Muhammad Al-Ahdal menjelaskan di dalam bukunya bahwasanya maksud “bepergian” diatas adalah “untuk belajar”.[24]
Ilmu tidak bisa didapatkan dengan berdiam diri dan hanya menunggu di rumah, kita harus keluar mencari dan menuntut sehingga kita mendapatkan ilmu yang kita inginkan.
عَبْدُ اللهِ بنُ يَحْيَى بْنُ أَبِى كَثِيْرٍ قَالَ سَمِعْتُ أبِى يَقُوْلُ لَا يُسْتَطَاعُ اْلعِلْمُ بِرَاحَةِ اْلجِسْمِ
Abdullah bin Yahya bin Abu Katsir, dia berkata; aku mendengar ayah ku berkata; “Ilmu itu tidak bisa diraih dengan mengistirahatkan badan (ogah-ogahan)”.[25]



1.      Dasar Belajar dalam Islam
Sebagaimana pandangan hidup yang dipegang teguh Umat Islam Al-Qur’an dan Hadist, maka sebagai dasar maupun filosofi bagi belajar adalah juga diderivasi dari dua sumber tersebut, yang merupakan dasar dan sumber bagi landasan berpijak yang amat fundamental. Sebagaimana Nabi pernah bersabda :
تركت فيكم أمرين لن تضلوا ما تمسكتم بهما كتاب الله وسنة نبيه
Susungguhnya telah aku tinggalkan untukmu dua perkara, jika kamu berpegang teguh dengannya, maka kamu tak akan sesat selamanya, yaitu : Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya.[26]
Hadis tersebut juga dikukuhkan oleh banyak Al-Qur’an, antara lain surat Al-Ahzab: 71, yang berbunyi:
....... وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فازَ فَوْزاً عَظِيماً (71)
 Barang siapa yang mentaati Allah dan Rasul-Nya, sungguh ia akan mencapai kebahagiaan yang tinggi.
Ayat tersebut dengan tegas menjelaskan, bahwa apabila manusia menata seluruh aktivitas kehidupannya dengan berpegang teguh kepada prinsip Al- Qur’an dan As-Sunnah, maka jaminan Allah adalah jalan yang lurus dan tidak akan kesasar, dan juga mendapat kebahagian dunia dan akhirat, sebaliknya, jika manusia tidak menata seluruh kehidupannya dengan petunjuk Al-Qur’an dan As-Sunnah, maka kesempitan akan meliputi dirinya, sebagaimana firman-Nya :
وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى
Barang siapa yang berpaling dari peringatan-Ku, maka baginya kehidupan yang sempit, dan kami halau pada hari kiamat dalam keadaan buta. (Qs. Thaha : 124).
2.      Tujuan Belajar dalam Islam
Tujuan belajar dalam Islam adalah untuk mendapatkan ridha Allah SWT. Tujuan secara spesifik adalah untuk mengaktualisasikan diri sebagai Abdullah (hamba  Allah) dan khalifatullah  (pemimpin). Niat belajar hendaknya adalah mencapai keridlaan Allah SWT, memperoleh kebahagiaan di dunia dan di akhirat, berusaha menerangi kebodohan pada diri sendiri dan orang lain, mengembangkan dan melestarikan ajaran Islam dan mensyukuri nikmat Allah.
Belajar dalam Islam juga mempunyai tujuan dalam rangka pengabdian kepada Allah. Oleh karena itu, belajar mempunyai dimensi tauhid, yaitu dimensi dialektika horisontal dan ketundukan vertikal.[27]  Belajar dalam Islam juga bertujuan dalam rangka mengembangkan sains dan teknologi dengan cara menggali, memahami dan mengembangkan ayat-ayat Allah guna memberikan kemakmuran dan kesejahteraan bersama sebagai khalifah Allah di bumi.
Dari sini, diketahui bahwa orientasi belajar dalam Islam bukan semata- mata   untuk   mendapatkan   kekuasaan,   atau   suatu   yang   bersifat   materi, melainkan lebih dari itu, yaitu untuk mendapatkan keridhaan-Nya dan kemaslahatan bersama. Hal ini senada dengan pendapat al-Ghazali yang menyatakan bahwa jika tujuan belajar adalah untuk memperoleh harta benda, menumpuk harta, mendapatkan kedudukan dan sebagainya, maka ia akan mendapatkan  kecelakaan. 
Oleh  karena  itu,  tujuan  belajar  yang  sebenarnya adalah untuk menghidupkan syari’at Nabi dan mendidik akhlak peserta didik serta melawan hawa nafsu yang senantiasa mengajak berbuat kejahatan (nafsu al-’amarah bi al-su’). Dengan demikian, peserta didik akan mendapatkan kebahagiaan dalam hidupnya, di dunia maupun di akhirat.[28]
Jadi, belajar di dalam perspektif Islam juga mencakup lingkup kognitif (domain cognitive), lingkup afektif (domain affective) dan lingkup psikomotor (domain motor-skill). Tiga ranah atau lingkup tersebut sering diungkapkan dengan istilah: Ilmu amaliah, amal ilmiah dalam jiwa imaniah.
D.    Hakikat Belajar Dalam Tinjauan Psikologi
Belajar menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia merupakan suatu kata yang berasal dari kata dasar “ajar” yang memiliki makna petunjuk yang diberikan kepada orang supaya diketahui. Adapun pengertian belajar sendiri memiliki 3 makna, yaitu : 1) Berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu. 2) Berlatih. 3) Berubah tingkah laku atau tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman. [29]
Sedangkan belajar menurut istilah sudah kami paparkan di atas menurut para ahli, yang simpulannya adalah “belajar adalah suatu proses kegiatan atau usaha yang dilakukan oleh seseorang secara sadar dalam berinteraksi dengan lingkungannya sehingga diperoleh kecakapan-kecakapan baru yang relatif bersifat permanen yang mengakibatkan terjadinya perubahan tingkah laku didalam dirinya berupa pengetahuan, sikap dan keterampilan”
1.    Ciri-Ciri Prilaku Hasil Belajar
Dalam hal ini, Moh Surya (1997) mengemukakan ciri-ciri perubahan tingkah laku yang merupakan hasil dari belajar, yaitu sebagai berikut;
a.    Perubahan yang disadari dan disengaja (intensional).
Suatu perilaku digolongkan sebagai aktivitas belajar apabila pelaku menyadari terjadinya perubahan tersebut atau sekurang-kurangnya merasakan adanya suatu perubahan dalam dirinya misalnya menyadari pengetahuannya bertambah.
b.    Perubahan yang berkesinambungan (kontinyu).
Sebagai hasil belajar, perubahan yang terjadi dalam diri seseorang berlangsung secara berkesinambungan dan tidak statis. Satu perubahan yang terjadi akan menyebabkan perubahan berikutnya dan  selanjutnya akan bergunbagi  kehidupaatabagi proses belajar berikutnya.

c.    Perubahan yang fungsional.
Setiap perubahan perilaku yang terjadi dapat dimanfaatkan untuk kepentingan hidup individu yang bersangkutan, baik untuk kepentingan masa sekarang maupun masa mendatang.
d.   Perubahan bersifat positif dan aktif
Dikatakan positif apabila perilaku senantiasa bertambah dan tertuju untuk memperoleh sesuatu yang lebih baik dari sebelumnya. Perubahan bersifat aktif berarti bahwa perubahan tidak terjadi dengan sendirinya, melainkan karena usaha individu sendiri.
e.    Perubahan yang bersifat relatif permanen.
Perubahan yang terjadi karena belajar cendrung menetap. Misalnya, seorang anak dalam bermain sepeda setelah belajar tidak akan hilang begitu saja melainkan akan terus dimiliki bahkan akan makin berkembang.
f.     Perubahan yang bertujuan dan terarah.
Perubahan tingkah laku dalam belajar mensyaratkan adanya tujuan yang akan dicapai oleh pelaku belajar dan terarah kepada perubahan tingkah laku yang benar-benar disadari.
g.    Perubahan Perilaku Secara Keseluruhan
Perubahan perilaku belajar bukan hanya sekedar memperoleh pengetahuan semata, tetapi termasuk memperoleh pula perubahan dalam sikap dan keterampilannya.
2.      Teori-Teori Belajar
Teori belajar adalah seperangkat pernyataan umum yan digunakan untuk menjelaskan kenyataan mengenai belajar. Banyak teori belajar yang dapat digunakan para guru untuk berbagai keperluan belajar dan proses pembelajaran. Ada tiga pandangan psikologi utama yang akan diuraikan dalam tulisan ini yaitu pandangan psikologi Behavioristik, Kognitif, Humanistik.
a.      Belajar Behavioristik
Menurut pandangan ini, belajar adalah perubahan tingkah laku, dengan cara seseorang berbuat pada situasi tertentu. Yang dimaksud tingkah laku disini ialah tingkah laku yang dapat diamati, berfikir dan emosi tidak menjadi perhatian dalam pandangan ini, karena tidak dapat diamati secara langsung. Diantara keyakinan prinsipil yang terdapat dalam pandangan ini ialah anak lahir tanpa warisan kecerdasan, bakat, perasaan, dan warisan abstrak lainnya. Semua kecakapan timbul setelah manusia melakukan kontak dengan lingkungan.
Menurut kaum behavioris, perilaku adalah segala sesuatu yang kita lakukan dan bisa diamati secara langsung; seperti, siswa membuat poster, guru tersenyum pada siswa, dan sebagainya. Sedangkan, proses mental didefinisikan sebagai pikiran, perasaan, dan motif yang kita alami namun tidak dapat dilihat oleh orang lain.[30].
Di bawah ini beberapa uraian tentang belajar oleh tokoh behavioristik;
a.         Edward Lee Thorndike (1874-1949 )
Menurutnya, belajar merupakan peristiwa terbentuknya asosiasi-asosiasi antara peristiwa-peristiwa  yang disebut  stimulus  (Sdengan  respon  (R) Stimulus  adalah suatu perubahan dari lingkungan eksternal yang menjadi tanda untuk mengaktifkan organisme untuk beraksi atau berbuat sedangkan respon adalah sembarang tingkah laku yang dimunculkan karena adanya stimulus.
b.         Ivan Petrovich Pavlov (1849 - 1936)
Dari  eksperimennya setelah pengkondisian atau pembiasaan dapat  diketahui bahwa daging yang menjadi stimulus alami dapat digantikan oleh bunyi lonceng sebagai stimulus yang dikondisikan. dapat diketahui bahwa dengan menerapkan strategi Pavlov ternyata individu dapat dikendalikan melalui cara mengganti stimulus alami dengan stimulus yang tepat  untuk  mendapatkan  pengulangan  respon  yang  diinginkan.
c.         Burrhus Frederic Skinner (1904 - 1990)
Dia meyakini  bahwa perilaku (termasuk belajar) dikontrol melalui proses operant conditioning. Yaitu suatu  proses  penguatan perilaku operan (penguatan positif atau negatif) yang dapat mengakibatkan perilaku tersebut dapat berulang kembali atau menghilang sesuai dengan keinginan.
Aplikasi Teori Behavioristik Terhadap Pembelajaran Siswa
Sebagai konsekuensi teori ini, para guru yang menggunakan paradigma behaviorisme akan menyusun bahan pelajaran dalam bentuk yang sudah siap, sehingga tujuan pembelajaran yang  harus dikuasai siswa disampaikan secara utuh oleh guru. Guru tidak banyak memberikan ceramah, tetapi instruksi singkat yang diikuti contoh-contoh baik dilakukan  sendiri maupun melalui simulasi. Bahan pelajaran disusun secara hirarki dari yang sederhana sampai pada yang kompleks. Tujuan pembelajaran dibagi dalam bagian-bagian kecil yang ditandai dengan pencapaian suatu keterampilan tertentu. 
Pembelajaran  berorientasi pada hasil yang dapat diukur dan diamati. Kesalahan harus segera diperbaiki. Pengulangan dan latihan digunakan supaya perilaku yang diinginkan dapat menjadi kebiasaan. Hasil yang diharapkan dari penerapan teori behavioristik ini adalah terbentuknya suatu perilaku yang diinginkan. Perilaku yang diinginkan mendapat penguatan positif dan perilaku yang kurang sesuai mendapat penghargaan negatif. Evaluasi atau penilaian didasari atas perilaku yang tampak.
Metode behavioristik ini sangat cocok untuk pemerolehan kemampuan yang membutuhkan praktek dan pembiasaan yang mengandung unsur-unsur seperti: kecepatan, spontanitas, kelenturan, refleks, daya tahan dan sebagainya, contohnya: percakapan bahasa asing, mengetik, menari, menggunakan komputer, berenang, olahraga, dan sebagainya. Teori ini juga cocok diterapkan untuk melatih anak-anak yang masih membutuhkan dominansi peran orang dewasa, suka  mengulangi  dan  harus dibiasakan, uka meniru dan senang dengan bentuk-bentuk penghargaan langsung seperti diberi permen atau pujian.


b.      Belajar Kognitif
Istilah cognitive berasal dari kata cognition yang padanannya adalah kata knowing, berarti mengetahui. Dalam arti yang luas, menurut Neisser sebagaimana dikutip Muhibbin Syah dalam bukunya Psikologi Belajar, cognition (kognisi) ialah perolehan, penataan, dan penggunaan pengetahuan.[31] Selanjutnya istilah kognitif menjadi populer sebagai salah satu domain atau ranah psikologis manusia yang meliputi setiap perilaku mental yang berhubungan dengan pemahaman, pertimbangan, pengolahan informasi, pemecahan masalah, kesengajaan, dan keyakinan.[32]
Pendekatan psikologi kognitif menekankan arti penting proses internal mental manusia. Tingkah laku manusia yang tampak, tidak dapat diukur dan  diterangkan tanpa melibatkan proses mental. Semua bentuk perilaku termasuk belajar selalu didasarkan pada kognisi, yaitu tindakan mengenal atau memikirkan situasi dimana tingkah laku itu terjadi.
Setiap orang telah mempunyai pengalaman dan pengetahuan di dalam dirinya. Pengalaman  dan pengetahuan  ini  tertata  dalam  bentuk struktur  kognitif.  Menurut teori  ini, proses belajar akan berjalan dengan baik bila materi pelajaran yang baru beradaptasi (bersinambung) secara tepat dan serasi dengan struktur kognitif yang telah dimiliki siswa.
Aplikasi Teori Kognitif terhadap Pembelajaran Siswa
Misi dari pemerolehan pengetahuan melalui strategi pembelajaran kognitif adalah kemampuan memperoleh, menganalisis, dan mengolah informasi dengan cermat serta kemampuan pemecahan masalah.  Pembelajaran didesain lebih berpusat pada peserta didik, bersifat analitik, dan lebih berorientasi pada proses pembentukan pengetahuan dan penalaran.
Menurut teori belajar kognitif, pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari pikiran guru ke pikiran siswa.  Artinya, bahwa siswa harus aktif secara mental membangun struktur pengetahuannya berdasarkan kematangan kognitif yang dimilikinya.
Ciri-ciri pembelajaran dalam pandangan kognitif adalah sebagai berikut.
1.      Menyediakan pengalaman belajar dengan mengkaitkan pengetahuan yang telah dimiliki siswa sedemikian rupa sehingga belajar melalui proses pembentukan pengetahuan.
2.      Mengintegrasikan  pembelajaran  dengan  situasi  yang  realistik  dan  relevan dengan melibatkan pengalaman konkrit, misalnya untuk memahami suatu konsep siswa melalui kenyataan kehidupan sehari-hari.
3.      Melibatkan siswa secara emosional dan sosial sehingga siswa menjadi menarik dan siswa mau belajar.
Tujuan pendidikan menurut teori belajar kognitif adalah :
a.       Menghasilkan individu atau anak yang memiliki kemampuan berfikir untuk menyelesaikan setiap persoalan yang dihadapi,.
Guru bukan sumber belajar utama dan Evaluasi belajar bukan pada hasil tapi pada proses yang telah dilalui dan dijalani siswa dan lebih menfokuskan pada kesoksesan siswa dalam mengorganisasikan pengalamannya. Bila mengacu pada taksonomi Bloom, maka penilaian belajar bukan sekedar menguji ingatan dan pemahaman siswa tetapi ditekankan  pada  hasil  analisis,  sintesis,  evaluasi  serta  kesimpulan  siswa.
Contoh pembelajaran yang cocok menerapkan teori kogitif antara lain pada pelajaran bahasa seperti mengarang, menganalisis isi buku; matematika, fisika kimia atau biologi : yaitu dengan  metode  belajar  yang  berbasis  masalah  (studi  kasus),  eksperimen,  IPS  berupa observasi, wawancara dan membuat laporannya. Kelas tidak didominasi oleh guru yang berceramah tetapi penyediaan modul, tugas, praktikum, sarana audio visual, ketersediaan buku-buku di perpustakaan, akses internet, diskusi, presentasi dan evaluasi dari teman serta guru.

c.       Belajar Humanistik
Menurut teori humanistik, tujuan belajar adalah untuk memanusiakan manusia. Proses belajar dianggap berhasil jika si pelajar telah memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Siswa dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambat laun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya. Teori belajar ini berusaha memahami perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang pengamatnya.
Tujuan utama para pendidik ialah membantu si siswa untuk mengembangkan dirinya, yaitu membantu masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada pada diri mereka. Para ahli humanistik melihat adanya dua bagian pada proses belajar, ialah :
1.      Proses pemerolehan informasi baru,
2.      Personalisasi informasi ini pada individu
Aplikasi teori Humanistik Terhadap Pembelajaran Siswa
Aplikasi teori humanistik lebih menunjuk pada ruh atau spirit selama proses pembelajaran yang mewarnai metode-metode yang diterapkan.   Peran  guru  dalam pembelajaran humanistik adalah menjadi fasilitator   bagi para siswa sedangkan guru memberikan motivasi, kesadaran mengenai makna belajar dalam kehidupan siswa. Guru memfasilitasi pengalaman belajar kepada siswa dan mendampingi siswa untuk memperoleh tujuan pembelajaran.
Siswa berperan sebagai pelaku utama (student  center) yang  memaknai proses pengalaman belajarnya sendiri diharapkan siswa memahami potensi diri, mengembangkan potensi dirinya secara positif dan meminimalkan potensi diri yang bersifat negatif.
Untuk itu, guru harus memahami perilaku siswa dengan mencoba memahami dunia persepsi siswa tersebut sehingga apabila ingin merubah perilakunya, guru harus berusaha mengubah keyakinan atau pandangan siswa yang ada. Perilaku internal membedakan seseorang dari yang lain. Combs berpendapat bahwa banyak guru membuat kesalahan dengan berasumsi bahwa siswa mau belajar apabila materi pelajarannya disusun dan disajikan sebagaimana mestinya. Padahal arti tidaklah menyatu pada materi pelajaran itu, dengan kata lain individulah yang memberikan arti  kepada materi pelajaran itu. Sehingga yang penting ialah bagaimana membawa si siswa untuk memperoleh arti bagi pribadinya dari materi pelajaran tersebut dan menghubungkannya dengan kehidupannya (Gayne & Briggs,).
Pembelajaran berdasarkan teori humanistik ini cocok untuk diterapkan untuk materi- materi pembelajaran yang bersifat pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan sikap, dan analisis terhadap fenomena sosial. Indikator dari keberhasilan aplikasi ini adalah siswa merasa senang, bergairah, berinisiatif dalam belajar dan terjadi perubahan pola pikir, perilaku dan sikap atas kemauan sendiri. Siswa diharapkan menjadi manusia yang bebas, berani, tidak terikat oleh pendapat orang lain dan mengatur pribadinya sendiri secara bertanggung jawab tanpa mengurangi hak-hak orang lain atau melanggar aturan, norma, disiplin atau etika yang berlaku.
Dalam mengembangkan teorinya, psikologi humanistik sangat memperhatikan tentang dimensi manusia dalam berhubungan dengan lingkungannya secara manusiawi dengan menitik-beratkan pada kebebasan individu untuk mengungkapkan pendapat dan menentukan pilihannya, nilai-nilai, tanggung jawab personal, otonomi, tujuan dan pemaknaan.



BAB III
PENUTUP
A.    Simpulan
1.      Belajar adalah suatu proses kegiatan atau usaha yang dilakukan oleh seseorang secara sadar dalam berinteraksi dengan lingkungannya sehingga diperoleh kecakapan-kecakapan yang baru yang relatif bersifat permanen yang mengakibatkan terjadinya perubahan tingkah laku didalam dirinya berupa pengetahuan, sikap dan keterampilan.
2.      Ciri – Ciri Dari Perubahan Tingkah Laku: Perubahan yang disadari dan disengaja (intensional). Perubahan yang berkesinambungan (kontinyu). Perubahan yang fungsional. Perubahan yang bersifat positif. Perubahan yang bersifat aktif, Perubahan yang bersifat relatif permanen, Perubahan yang bertujuan dan terarah, Perubahan Perilaku Secara Keseluruhan.
3.      Dalam konteks Islam, belajar adalah sebuah perintah, dan dogmatis kepada pemeluknya, agar mentaatinya. Adapun perintah belajar tercantum dalam Q.S Al-`Alaq 1-5. Al-Qur’an dan Hadist sebagai dasar maupun filosofi bagi belajar.
4.      Teori belajar adalah seperangkat pernyataan umum yan digunakan untuk menjelaskan kenyataan mengenai belajar. Ada tiga pandangan psikologi utama yang akan diuraikan dalam tulisan ini yaitu pandangan psikologi Behavioristik, Kognitif, Humanistik.
5.      Menurut Behavioristik belajar adalah perubahan tingkah laku, dengan cara seseorang berbuat pada situasi tertentu. Yang dimaksud tingkah laku disini ialah tingkah laku yang dapat diamati.
6.      Pendekatan psikologi kognitif menekankan arti penting proses internal mental manusia. Tingkah laku manusia yang tampak, tidak dapat diukur dan  diterangkan tanpa melibatkan proses mental.
7.      Menurut teori humanistik, tujuan belajar adalah untuk memanusiakan manusia. Proses belajar dianggap berhasil jika si pelajar telah memahami lingkungannya dan dirinya sendiri



DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu dan Supriyono Widodo,. Psikologi Belajar, Jakarta: Rineka Cipta. 2004
Aunurrahman, Belajar dan pembelajaran, Bandung, Alfabeta, 2012
Bigge. Morris, L, Learning Theories For Teacher, New York Harper&Row, 1992.
Blom, Benjamin S, et. al, Taxonomy of Education Obyektive The Classification     of Education Goal, New York, David McKey, 1994.
Bukhari, Muhammad bin Ismail, Al-Shahih al-Bukhari, Beirut: Dar al-Fikr.tt.
Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahannya. Depag RI, 1990.
Depdikbud.. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 2001
Dimyati & Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, Jakarta, Rineka Cipta, 2013
Djaali. H.. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2008
Gintings, abdorrahman, Esensi praktis belajar dan pembelajaran, Yogyakarta, humaniora, 2010.
Hergenhahn, B.R., Matthew H. Olson. Theories Of Learning, Jakarta, Kencana, 2009.
Makmun, Syamsudin Ibn., Psikologi Kependidikan, Perangkat Sistem Pengajaran Modul,  Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. 2007
Santrock, John W., Educational Psychology, 2th Edition, Alih Bahasa Tri Wibowo, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011.
Shaleh, Abdul Rahman N, Psikologi. Jakarta: Prenada Media Group, 2008
Slavin, Robert E., Educational Psycology: Theory and Practice, Alih Bahasa Marianto Samosir, Jakarta: PT Indeks, 2008.
Soemanto, Wasty Psikologi Pendidikan,Bandung: PT. Rineka Cipta, 1990
Soemanto, Wasty, Psikologi Pendidikan landasan Kerja Pemimpin Indonesia, Jakarta: Rineka Cipta, 2006.
Sukmadinata, Nana Syaodih, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, Bandung, PT. Remaja Rosdakarya, 2009.
Syah, Muhibin, 2009, Psikologi Belajar, Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Syah,Muhibbin, Psikologi Belajar, Jakarta, PT. RajaGrafindo Persada, 2006.
Syah,Muhibbin, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, Bandung, PT. Remaja Rosdakarya, 2010
Uno Hamzah. B,. Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara. 2008
Wahyuni Baharuddin,.. Teori belajar dan Belajar. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media. 2010
Winataputra, Udin S. dkk, Teori Belajar dan Pembelajaran, Jakarta: Universitas Terbuka, 2007.
Woolfolk, Anita, Educational Psychology Active Learning Edition, Alih Bahasa Helly Prajitno Soetjipto dan Sri Mulyantini Soetjipto, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009.






[1] Abdorrahman Gintings, Esensi praktis belajar dan pembelajaran, (Humaniora: Yogyakarta, 2010), h.
[2] Sukmadinata, Nana Syaodih, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, ( Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009), h.
[3] Darsono, Max, dkk.. Belajar dan Belajar. Semarang: IKIP Semarang , 2000.h. 24

[4] Lee J. Cronbach, Educational Psychology  (New Haartcourt: Grace,1954), h.47
[5] B.R. Hergenhahn, Matthew  H. Olson. Theories of learning edisi ketujuh, ( Jakarta: prenadamedia grup, 2008), h. 2
[6] Hilgard, E. R., & Bower, G. H. Theories of learning, 1975
[7] B.R. Hergenhahn, Matthew H. Olsonh.4. atau  pada Bab 5
[8] Howard L. Kingsley, The Nature and Condition of Learning  (New Jersey: Prentice Hall, Inc, Engliwood Clifts, 1957), h.12
[9] Chaplin, J.P., Dictionary of Psycology  (New York: Dell Publishing Co. Inc, 1972),  h. 24
[10] Muhibin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2009), h. 64-65.
[11] Arthur Reber, Peguin Dictionary of Psychology (Ringwood Victoria: Peguin Book Australia Ltd, 1988), h.32.
[12] Muhibin Syah, Psikologi Belajar,... , h. 128
[13]Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: PT. Rineka Cipta: 1996), h. 44
[14]Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada: 2006), h. 71
[15] Fathurrohman, Pupuh dan Sutikno, Sobry.. Strategi Belajar Mengajar melalui Penanaman Konsep Umum & Konsep Islam. Cet. II, (Bandung: Refika Aditama. 2007),h. 9
[16] Sumadi Suryabrata, Proses Belajar mengajar Di Perguruan Tinggi, (Yogyakarta:  Andi Ofset, 1999),h. 34
[17] M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah; Pesan, Kesan dan Keserasian al-Quran, Vol.4, (Jakarta: Lentera Hati, 2001), h. 224.
[18] Sjahminan Zaini dan Muhaimin. Belajar Sebagai Sarana Pengembangan Fitrah Manusia (Jakarta: Kalam  Mulia, 1991), hlm. 13
[19] Jumberansyah Indar, Konsep Belajar Menurut Pandangan Islam, (Jurnal Ulul Albab.  Vol 3. no. 2. 2001), hlm. 35
[20] Hamad Syafi’i  Maarif, “Posisi Umat Islam Terhadap Perkembangan Teknologi Modern”, dalam Ahmad  Busyairi dan Azharuddin Sahil (peny.), Tantangan Pendidkan Islam Yogyakarta, LPM UII, 1997.h,  93

[21]Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung, PT. Remaja Rosdakarya: 2010), h. 98-99
[22]Muhibbin Syah, …., h. 99

[23]Muhibbin Syah, ……, h. 88
[24]Muhammad Al-Ahdal, Ifadah Al-Sadah Al-Umad, (Lebanon, Dar Al-Minhaj: 2006), h. 102
[25]Muslim Bin Hajjaj, Shahih Muslim, (Lebanon, Dar Al-Kutub Al-Ilmiyah: 2008), h. 347
[26] Salim Bahreisy, Terjemah Riyadh al-Shalihin, (Bandung,: Al-Maarif, 1998), h. 68

[27] Jumberansyah Indar. “Konsep Belajar Menurut Pandangan Islam”.( Jurnal Ulul Albab.  Vol 3. no. 2 ,2001), h.35
[28] MuhammaAl-GhazaliAyyuha  al-Walad. (Surabaya: al-Hidayah),  h. 6
[29] Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta; Balai Pustaka, 2001),h.  43
[30] John W. Santrock, Educational Psychology, 2th Edition, Alih Bahasa Tri Wibowo, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011), h.266.
[31]Muhibbin Syah, Muhibin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2009), h. 22.
[32]Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, h. 23. 

2 komentar

1xbet korean football 2021 | Legalbet
1xbet is an online betting company that offers sports betting, casino games, live streaming solutions. 1xbet Sports betting has come to a breaking deccasino point over the years septcasino as we

How to play poker at the world's most famous poker room
At The Ultimate Guide to 고양 출장안마 playing poker at The Ultimate 평택 출장샵 Guide to playing poker at 오산 출장샵 The Ultimate Guide 세종특별자치 출장샵 to playing poker at The 김천 출장샵 Ultimate Guide to


EmoticonEmoticon